Pengalaman-pengalaman
saya ini dimulai pada akhir tahun lalu. Sebelum kejadian-kejadian
tersebut, saya adalah seorang ibu rumah tangga yang baik dan tanpa cacat moral
(menurut saya lho).
Umur saya 38 tahun. Saya memiliki dua orang anak keduanya laki-laki. Anak saya
terbesar Tony berumur 15 tahun di kelas tiga SMP, sedangkan sikecil Sandy masih
berusia 4 tahun.
Suami saya bekerja di suatu instansi pemerintah dan kami hidup normal dan
bahagia. Saya sendiri seorang sarjana dari perguruan tinggi ternama di negara
ini tetapi memilih tidak bekerja.
Tetapi sejak
kejadian-kejadian ini, saya merasa sebagai wanita berdosa yang tidak lagi mampu
menghindari dosa bersetubuh dengan laki-laki yang bukan suami sendiri.
Membayangkan kejadian-kejadian tersebut saya selalu ingin menangis tetapi pada
saat yang sama saya juga didera oleh nafsu birahi membara yang tidak mampu saya
atasi.
Kejadiannya adalah sebagai berikut.
Saat itu sore hari sekitar jam tiga dan saya baru saja bangun tidur dan Sandy
masih tertidur di sebelah saya. Sedangkan suami saya masih bekerja di kantor
nya.
Dari dalam kamar saya
dapat mendengar suara komputer yang dimainkan anak saya Tony di ruang tengah
yang berbatasan langsung dengan kamar tidur saya. Kami berlangganan internet (saya
sering juga browsing di internet dan mahir menggunakan komputer) dan
sedangkan Tony sering sekali menggunakan komputer, tetapi saya tidak tahu
persis apa yang dimainkan. Saya kira dia hanya main game saja. Pintu kamar saya
agak terbuka.
Saya
bermaksud untuk keluar dari kamar, tetapi ketika saya menarik pintu, apa yang
terlihat membuat saya tertegun dan mengurungkan niat tersebut. Apa yang
terlihat dari balik pintu membuat hati saya betul-betul terguncang. Walau agak
kurang jelas, saya masih dapat melihat di layar komputer tampak sosok wanita
kulit putih telanjang tanpa busana dengan posisi terlentang dan kaki
terbuka dengan kemaluan yang tampak jelas. Saya menjadi kesal karena Tony yang
masih anak-anak melihat hal-hal yang sangat terlarang tersebut. Tetapi yang
kemudian membuat saya shock adalah setelah saya menyadari bahwa Tony
sedang mengurut-urut penisnya. Dari dalam kamar saya dapat melihat resleting
celana Tony terbuka dan celananya agak turun. Tony sedang duduk melihat layar
sambil mengusap-usap penisnya yang tampak berdiri tegang dan kaku.
Sejak
dia disunat lima tahun yang lalu, saya hampir tidak pernah lagi melihat anak
saya itu telanjang. Tony sudah dapat mengurus dirinya sendiri. Tinggi Tony
sekitar 158 cm dan sudah hampir sama dengan tinggi saya yang sekitar 162 cm.
Samar-samar saya dapat melihat rambut kemaluannya yang tampaknya masih sedikit.
Saya betul-betul tercengang melihat semua ini. Kemaluannya memang tidak
berukuran besar tetapi melihat demikian kakunya batang anak ini membuat saya
tanpa sadar berdebar. Batang kemaluannya tampak berwarna coklat kemerahan
dengan urat-urat yang menonjol kebiruan. Samar-samar saya dapat mendengar
napasnya yang terengah. Tony sama sekali tidak menyadari bahwa saya sudah
bangun dan melihat kelakuannya dari balik pintu.
Kejadian
Tony membelai-belai kemaluannya ini berlangsung terus selama lebih kurang
empat-lima menit lamanya. Yang mengagetkan adalah reaksi kewanitaan tubuh saya,
ternyata jantung saya terasa berdebar keras menyaksikan batang kemaluan yang
demikian kaku dan berwarna semakin merah, terutama bagian kepalanya. Pandangan
saya beralih-alih dari kemaluan wanita telanjang di layar komputer ke batang
anak saya sendiri yang terus diusap-usapnya. Gerakan tangannya semakin cepat
dan mencengkeram bagian kemaluannya dengan muka yang tampak tegang memandangi
layar monitor. Kepala batang yang mengeras itu tampak diremas-remasnya. Astaga
.., dari lubang di kemaluannya berleleran keluar cairan bening. Cairan kental
bening tersebut diusap-usap oleh jari Tony dan dioles-oleskan ke seluruh
kemaluannya. Kini ia juga menekan-nekan dan meremas kantung pelir dan
dimainkannya bolanya. Kemaluan itu kini tampak basah dan berkilap. Napas Tony
terdengar sangat keras tetapi tertahan-tahan. Saya merasa napsu birahi saya
muncul, tubuh saya mulai gemetar dan darah mengalir di dalam tubuh dengan
deras. Napas sayapun mulai tak teratur dan saya berusaha agar napas saya tak
terdengar oleh Tony.
Apa
yang saya lihat selanjutnya membuat saya sangat tergetar. Tubuh Tony tampak
mengejang dengan kakinya agak terangkat lurus kaku, sementara tangannya
mencengkeram batang kemaluan itu sekuat-kuatnya.
“Eeegh,
heeggh .”, Tony mengerang agak keras, dan ya ampun …, yang tidak saya
sangka-sangka akhirnya terjadi juga. Dari lubang di kepala batang kemaluannya
terpancar cairan putih kental. Tony yang saya anggap anak kecil itu
memuncratkan air mani. Cairan kental itu memuncrat beberapa kali.
Sebagian jatuh ke perutnya tetapi ada juga yang ke lantai dan malah sampai ke
keyboard komputer. Tangan Tony mencengkeram kontol yang memerah itu dan
menariknya sekuatnya ke pangkal batang. Ohhh .., kontol itu tampak kaku,
tegang, urat-urat menonjol keluar, mani muncrat keatas. Melihat air mani
muncrat seperti itu segera saja saya merasakan lonjakan birahi yang luar biasa
di sekujur tubuh saya. memek saya terasa menjadi basah dan napas saya menjadi
tersengal sengal.
Saya
berusaha mengendalikan diri dari rangsangan birahi sebisa-bisanya, ada semacam
perasaan tidak enak dan bersalah yang tumbuh menyaksikan anak saya dan terutama
atas reaksi tubuh saya seperti ini. Tony masih terus mengurut-urut batang kontol
nya dan air mani yang tersisa tampak mengalir sedikit-sedikit dari lubang
kencing di kepala kontolnya. Tony melumuri permukaan kontolnya dengan air mani
tadi dan terus menggosok-gosok kontolnya. Kini kontol itu tampak diselimuti
oleh mani berwarna keputihan. Samar-samar saya dapat mencium bau mani yang
bertumpahan karena jarak saya dengan Tony sebetulnya sangat dekat hanya dua
meteran.
Tony
tampak mulai tenang dan napasnya semakin teratur. kontol yang berleleran air
mani mulai mengendur. Ia menghela napas panjang dan tampak lega terpuaskan.
kontol itu sekarang tampak terkulai kecil dan lemah berwarna kecoklatan, sangat
berbeda dengan kejadian beberapa menit yang lalu. Tony kemudian berdiri dan
menuju ke kamar mandi. Ia masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya.
Seolah-olah
ada yang menuntun, saya berjingkat menuju komputer tanpa menimbulkan bunyi.
Saya memandang lekat ke layar komputer, mengagumi tubuh wanita muda berkulit
putih yang telah mengundang nafsu anak saya. Tanpa sadar saya menghela napas
melihat kemaluannya. Rambut jembutnya berwarna kecoklatan tampak tertata seperti
pernah dicukur. Sesuatu yang tidak pernah saya lakukan pada rambut kemaluan
saya dan tak pernah terpikirkan untuk melakukannya. Pandangan saya beralih ke
tetesan-tetesan mani yang tampak di dekat keyboard. Saya mengusap mani tersebut
dengan jari dan entah mengapa saya mencium dan menjilati jari tangan saya yang
berleleran dengan mani. Rasanya asin dan baunya terasa lekat, tetapi nafsu
birahi saya terbangkit lagi. Saya tidak ingin Tony curiga. Dari layar komputer
saya melihat address internetnya adalah ………. (tidak perlu saya
sebutkan) dan saya catat saja di dalam hati. Saya berjingkat masuk kamar
dan membaringkan tubuh. Tak lama saya dengar Tony kembali ke komputernya dan
saya kira ia sedang membersihkan sisa-sisa mani yang tadi ia muncratkan.
Kemudian saya dengar ia bermain game (kedengaran dari bunyi nya).
Lima
belas menit kemudian saya pura-pura baru saja terbangun dan keluar dari kamar.
Sikap Tony tampak agak canggung tetapi saya kira ia yakin bahwa kejadian tadi
tidak saya ketahui. Saya sendiri bersikap seolah-olah tidak pernah terjadi
apa-apa.
Sejak
saat itu saya merasa ada perubahan luar biasa pada diri saya. Sebelumnya saya
melakukan hubungan sex dengan suami hanyalah sebagai suatu hal yang rutin saja.
Kejadian Tony melakukan onani didepan computer membuat saya menemukan sesuatu
yang baru dalam hal soal sex. Sesuatu yang menggairahkan, nafsu birahi yang
menggelegak, tetapi sekaligus perasaan dosa, karena ini dibangkitkan oleh
kejadian yang dilakukan anak saya sendiri. Apa yang dilakukan anak saya membuat
saya shock, tetapi yang juga mengerikan adalah justru anak saya sendiri
membangkitkan nafsu birahi saya yang menyala-nyala. Tony yang selalu saya
anggap anak masih kecil dan tidak mungkin berhubungan dengan hal hal yang
berbau sex dan porno. Selalu terbayang di mata saya wajah Tony dengan
napas terengah engah dan muka tegang, kocokan tangannya, batang kontol yang
berwarna kemerahan sangat tegang dengan urat yang menonjol. Air mani yang
memuncrat-muncrat dari lubang kontolnya. Ya ampuun .. , kontol itu adalah milik
anak saya.
Sejak
kejadian itu saya sering terbayang penis Tony yang sedang memuncrat -
muncratkan air maninya. Penis yang kaku itu tidak berukuran besar, menurut saya
tidak terlalu panjang dan besar menurut usianya. Tetapi yang tidak dapat saya
lupakan adalah warnanya yang kemerahan dengan urat-urat hijau kebiruan yang
menonjol. Saat itu penis itu begitu tegang berdiri hampir menyentuh perutnya.
Jika mengingat dan membayangkan kejadian itu, birahi saya mendidih, terasa ada
cairan merembes keluar dari lubang kemaluan saya.
Hal
lain yang memperparah keadaan adalah, sejak hari kejadian itu, saya mulai
berkenalan dengan dunia baru yang tidak pernah saya datangi sebelumnya. Saya
sudah biasa browsing di google, yahoo ataupun yang lain. Tetapi sejak mengenal
“Cerita Dewasa” saya mulai mengarungi dunia lain di internet. Sehari
sesudah kejadian Tony onani, saya mulai membuka-buka situs “Cerita Dewasa”
Tentu saja itu saya lakukan pada saat tidak ada orang di rumah. Pembantu saya,
setelah melakukan tugas didalam rumah, biasanya selalu mendekam dikamarnya.
Tony belum pulang dari sekolahnya, sedangkan Suami saya masih di kantornya.
Saya hanya berdua dengan Sandy yang biasanya lebih senang bermain di kamar
tidur.
Saya
tidak menyangka ada banyak situs internet yang menyajikan cerita dan gambar
pornografi yang seperti itu. Saya membuka - buka gambar ABG telanjang yang
tampak tidak malu-malu memperagakan bagian kewanitaannya yang seharusnya
ditutup rapat rapat. Mereka tampaknya menikmati apa yang mereka lakukan dengan
mempertontonkan bagian tubuhnya yang terlarang.
Pada
hari itu saya mulai juga menemukan situs-situs lain yang lebih porno. Ada
sekitar 3 jam saya berpindah-pindah dan mempelajari dunia sexual penuh nafsu
yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Laki-laki dan perempuan bersetubuh
dengan berbagai macam cara yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya dan yang
tidak pernah saya praktekkan sebelumnya dengan suami. Ada perempuan yang
menghisap penis berukuran sangat besar (kelihatannya lebih besar dari penis
suami saya) hingga penis itu memuntahkan air maninya. Astaga, perempuan itu
membiarkan mani itu muncrat sampai membasahi wajahnya, berleleran, dan bahkan
meminumnya tanpa ada rasa jijik.
Sejak
saat itu setiap hari saya menjelajahi internet. Saya mempelajari semua bentuk
sex yang ada di situs-situs itu. Penis orang negro yang hitam legam dan panjang
agak mengerikan bagi saya, tetapi juga membangkitkan birahi saya. Membayangkan
penis hitam panjang itu menembus kemaluan wanita, panas dingin saya membayangkannya.
Yang betul-betul baru buat saya adalah anal-sex. Saya meraba-raba dubur
saya dan berpikir apakah tidak menyakitkan. Tetapi wanita-wanita dengan lubang
dubur yang menganga dan tertembus penis itu tampaknya terlihat nikmat nikmat
saja.
Tetapi
yang paling membangkitkan birahi saya adalah persetubuhan orang Jepang. Mungkin
karena mereka sama-sama orang Asia, jadi tampak lebih real dibandingkan dengan
wanita kulit putih. Dan mungkin ada kesan surprise juga bagi saya, bahwa
orang-orang Jepang yang tampak sopan itu dapat begitu bernafsu di dalam sex.
Saya memang bukan orang keturunan Chinese, tetapi kulit saya cukup putih
untuk ukuran orang Indonesia. Jadi saya melihat semacam ada kesamaan antara
diri saya dengan wanita Jepang itu walau tentunya kulit saya tidak seputih
mereka. Yang agak surprise adalah rambut kemaluan wanita wanita Jepang yang
cenderung hitam lebat, tidak dicukur seperti kebanyakan orang kulit putih.
Wanita Jepang juga memiliki kulit kemaluan, bibir-bibir memek yang berwarna
gelap kecoklatan, mirip seperti kemaluan saya sendiri (Ya ampun, saya sampai
menuliskan hal-hal seperti ini).
Saya
juga mendapatkan suatu situs (kalau tidak salah dari ……..com) di mana
wanita-wanita muda Jepang mengisap penis hingga muncrat dan air mani yang sangat
banyak berleleran di mukanya yang berkulit putih. Saya selalu panas dingin
melihat itu, dan tanpa sadar saya membayangkan lagi penis kecil Tony yang
tegang dan memuncratkan air maninya.
Kehidupan
sex internet yang paling memabukkan saya adalah cerita-cerita nafsu di “Cerita
Dewasa” dan melebihi segala suguhan gambar sex yang ada. Saya sangat terangsang
membaca cerita-cerita menakjubkan itu. Tidak saya sangka bahwa kehidupan sex
orang-orang Indonesia dapat seliar dan juga seindah itu. Yang paling
merangsang dan membuat saya agak histeris adalah cerita sex antara orang
yang masih sedarah, seperti antara tante dengan keponakan, antara sepupu,
saudara ipar, atau malah antara anak dan mertua. Mungkin ini karena perasaan
saya terhadap Tony anak saya.
Di
situs lain, saya pernah membaca cerita sexual antara anak dengan ibunya. Saya
sampai menangis membaca cerita itu, tetapi juga sekaligus merasakan birahi yang
luar biasa. Ini tidak berarti bahwa saya berniat menyetubuhi anak saya sendiri,
saya takut atas dosanya. Namun tidak dapat saya pungkiri, bahwa saya terkadang
membayangkan kontol Tony yang sangat kaku itu masuk ke dalam memek saya. Saya
selalu mohon ampun di tiap doa dan sembahyang, tetapi pada saat sama saya juga
tak berdaya. Saya mulai membayangkan laki-laki dari keluarga dekat saya,
ipar-ipar saya. Saya kira kejadian berikutnya yang akan saya ceritakan adalah
takdir yang tidak dapat saya hindarkan. Saya begitu lemah dari godaan setan dan
sangat menikmati apa yang saya perbuat.
Kejadian
itu adalah pada sore hari sekitar jam setengah empat, beberapa minggu setelah
kejadian saya memergoki Tony beronani, kalau tidak salah dua atau tiga hari
menjelang bulan puasa Ramadhan. Saya baru saja selesai Ashar. Sebelumnya saya
baru menutup internet, membaca cerita-cerita di “Cerita Dewasa” Dengan shalat
saya merasa agak tenang. Pada saat shalat itu akan selesai, saya mendengar ada
ketukan pintu, ada tamu. Apa boleh buat, si tamu harus menunggu saya selesai.
Sesudah
selesai shalat saya intip dari dalam, ternyata dia adalah Budi (nama
disamarkan). Ia adalah suami dari ipar (adik suami) saya. Saya sangat dekat
dengan Dian, istri Budi. Saya juga mempunyai hubungan baik dengan Budi. Ia
berumur kira-kira 36 tahun, berwajah tampan dengan kulit putih dan kuakui lebih
tampan dari suami saya. Perawakannya tidak tinggi, hanya sekitar 164 cm, hampir
sama dengan tinggi saya. Dia bekerja di instansi yang sama dengan suami saya
(mungkin hasil kkn ya ?)
Melihat
Budi di luar saya jadi agak terburu-buru. Biasanya saya menemui orang yang
bukan suami dan anak (atau wanita) selalu dengan mengenakan pakaian wanita rapi
dan tertutup rapat. Karena terburu-buru dan tanpa saya sadari, saya hanya
mengenakan baju tidur berkain halus warna putih sebatas lutut berlengan pendek
dengan kancing-kancing di depan. Untung saya masih sempat mengenakan secarik
kain selendang warna hitam untuk menutup kepala, bukan jilbab, tetapi seperti
selendang tradisional yang diselempangkan di kepala hanya untuk menutup rambut.
Leher saya terbuka dan telinga saya terlihat jelas. Apa boleh buat saya tidak
dapat membiarkan Budi menunggu saya didepan rumah terlalu lama.
Saya
membuka pintu. Budi tersenyum melihat saya walaupun saya tahu dia agak heran
melihat saya tidak berpakaian seperti biasanya.
“Apa
kabar kak Win”, sapanya, “Saya membawakan titipan pakaian dari Dian, untuk
Sandy “.
“Eh,
ayo masuk Bud, baru dari kantor ya ?”, dan saya persilakan dia masuk.
Saya
lalu mengambil barang yang dibawa Budi dan meletakkannya di meja makan. Meja
makan terletak di ruang tengah tidak jauh dari meja komputer. Ruang tengah
berhubungan langsung tanpa pembatas dengan ruang tamu di bagian depan dan dapur
di bagian kiri. Dapur dapat terlihat jelas dari ruang tamu.
Sambil
duduk di sofa ruang tamu, Budi mengatakan “Saya tadi ketemu kak Kamal di kantor
katanya baru pulang jam enam nanti”. Kamal adalah suami saya. “Mana anak-anak,
Win ?”, kata Budi lagi.
“Tony
sedang main ke rumah teman dari siang tadi dan katanya mungkin baru pulang agak
malam” kata saya. Tiba-tiba saya menyadari bahwa kami hanya berdua saja. Terus
terang, Budi dan Dian adalah kerabat yang paling saya sukai karena perangai
mereka berdua yang sopan dan terbuka.
Saya
duduk di sofa di seberang agak ke samping dari kursi sofa yang diduduki Budi.
Pada saat saya mulai duduk saya baru menyadari agak sulit untuk duduk dengan
rapi dan tertutup dengan pakaian yang saya kenakan. Posisi alas duduk sofa
cukup rendah sehingga pada saat duduk lutut terasa tinggi dibandingkan dengan
pantat. Jadi bagian bawah paha saya agak terangkat sedikit dan agak sulit
tertutup sempurna dengan pakaian seperti yang saya kenakan dan pada saat duduk
ujung pakaian tertarik sedikit ke atas lutut. Budi tampak agak terkesiap
melihat saya. Sekilas ia melirik ke lutut dan paha saya yang memang putih dan
tidak pernah kena sinar matahari (saya selalu berpakaian muslim ke luar rumah).
Saya agak malu dan canggung (saya kira Budi juga tampak agak canggung). Tetapi
kami sudah bukan remaja lagi dan dapat menguasai diri.
“Apa
kabar Dian, Bud”, tanya saya.
“Dian
beberapa hari ini kurang sehat, kira-kira sudah semingguan lah”, kata Budi.
“Bagaimana
Tony, Win ?, apa enggak ada pelajaran yang tertinggal ?”, Budi balik bertanya.
“Yah,
si Tony sudah mulai oke koq dengan pelajarannya. Mudah-mudahan saja sih
prestasinya terus-terusan bagus”, saya jawab.
Tiba-tiba
Budi bilang ” Wah, kayak-kayaknya Tony semakin getol main komputernya yah Win,
kan sudah hampir SMA”. Deg perasaan saya, semua pengalaman internet jadi
terbayang kembali. Terutama terbayang pada Tony saat ia beronani di depan
komputernya.
“Eh,
kenapa kak Win, koq kaya seperti orang bingung sih ?”, Budi melihat perubahan
sikap saya.
“Ah,
tidak apa-apa kok. Tapi si Tony memang sering sekali main komputer.” kata saya.
Saya mendadak merasakan keberduaan yang mendalam di ruangan itu. Saya merasa
semakin canggung dan ada perasaan berdebar. Untuk menghindar dari perasaan itu
saya menawarkan minum pada Budi, “Wah lupa, kamu mau minum apa Bud ?”. “Kalau
tidak merepotkan, saya minta kopi saja deh”, kata Budi. Saya tahu, Budi memang
paling suka minum kopi.
Saya bangkit berdiri dari sofa. Tanpa
saya sengaja, paha dan kaki saya sedikit terbuka pada saat saya bangun berdiri.
Walaupun sekilas, saya melihat pandangan mata Budi melirik lagi ke paha saya,
dan tampak agak gugup. Apakah dia sempat melihat bagian dalam paha saya, pikir
saya di dalam hati.
“Tunggu sebentar ya..”,
kata saya ke Budi. Sebelum membuat kopi untuk Budi, saya ke kamar tidur dulu
untuk menengok Sandy. Sambil menuju ke kamar saya melirik sebentar ke arah
Budi. Budi tampak tertunduk tetapi tampak ia mencuri pandang ke arah saya.
Saya
tersadar bahwa penampilan pakaian saya yang tidak biasanya telah menarik
perhatiannya. Terutama sekali mungkin karena posisi duduk saya tadi yang
sedikit menyingkap bagian bawah pakaian saya. Saya yang terbiasa berpakaian
muslim tertutup rapat, ternyata dengan pakaian seperti ini, yang sebenarnya
masih terbilang sopan, telah mengganggu dan menggugah (sepertinya) perhatian
Budi. Menyadari ini saya merasa berdebar-debar kembali, dan tubuh saya terasa
seperti dialiri perasaan hangat.
Anak
saya Sandy masih tertidur nyenyak dengan damainya. Tanpa sengaja saya melihat
cermin lemari pakaian dan menyaksikan penampilan saya di kaca yang membuat saya
terkesiap. Ternyata pakaian yang saya kenakan tidak dapat menyembunyikan pola
pakaian dalam (bra dan celana dalam) yang saya kenakan. Celana dalam yang saya
pakai terbuat dari bahan (agak tipis) berwarna putih sedangkan kutangnya
berwarna hitam. Karena pakaian yang saya kenakan berwarna putih dan terbuat
dari bahan yang agak halus maka celana dalam dan bh tadi tampak terbayang dari
luar.
Ya ampun ., saya tidak menyadari, dan tentunya Budi dapat melihat dengan
leluasa. Saya menjadi merasa agak jengah. Tetapi entah mengapa ada perasaan
lain yang muncul, saya merasa sexy dan ada perasaan puas bahwa Budi
memperhatikan penampilan saya yang sudah cukup umur ini. Tubuh saya tampak
masih ramping dengan kulit yang putih. Kecuali bagian perut saya tampak ada
sedikit berlemak. Budi yang saya anggap sopan dan ramah itu ternyata
memperhatikan tubuh dan penampilan saya yang sebetulnya sudah tidak muda lagi.
Saya merasa nakal dan tiba-tiba perasaan birahi itu muncul sedikit demi
sedikit. Bayang-bayang persetubuhan dan sex di internet melingkupi saya. Oh.,
bagaimana ini.. Aduh ., birahi ini, apa yang harus dilakukan.
Saya
jadi tidak bisa berpikir lurus. Saya berusaha menenangkan diri tetapi tidak
berhasil. Akhirnya saya putuskan, saya akan melakukan sedikit permainan, dan
kita lihat saja apa nanti yang akan terjadi. Saya merasa jatuh ke dalam takdir.
Dengan dada berdebar, perasaan malu, perasaan nakal, dan tangan agak gemetar,
saya membuka kancing baju saya yang paling bawah. Bagian bawah dari baju saya
sekarang tersibak hingga 15 cm di atas lutut. Mungkin bukan seberapa, tetapi bagi
saya sudah lebih dari cukup untuk merasakan kenakalan birahi. Satu lagi kancing
baju yang paling atas saya buka sehingga bagian atas yang mulai menggunduk dari
susu saya mulai terlihat. Payudara saya tidak besar, berukuran sedang-sedang
saja. Sambil berdebar-debar saya keluar kamar menuju dapur.
“Wah
maaf ya Bud, agak lama, sekarang saya buat dulu kopinya.” kata saya. Saya dapat
merasakan Budi memandang saya dengan perhatian yang lebih walaupun tetap sangat
sopan. Ia tersenyum, tetapi lagi-lagi pandangannya menyambar bagian bawah tubuh
saya. Saya tahu bahwa untuk setiap langkah saya, pakaian bawah saya tersibak,
sehingga ia dapat melihat bagian paha saya yang mulai sangat memutih, kira-kira
20 cm di atas lutut. Saya merasa sangat sexy dan nakal, dibarengi dengan
birahi. Saat itu saya tidak ingat lagi akan suami dan anak. Pikiran saya sudah
mulai diselimuti oleh nafsu berahi.
Saya
berpikir untuk menggoda Budi. Saya membuka lemari dapur dan membungkuk untuk
mengambil tempat kopi dan gula. Saya sengaja membungkukkan pinggang ke depan
dengan menjaga kaki tetap lurus. Baju saya bagian belakang tertarik ke atas
sekitar 20 cm di atas lipatan lutut dan celana dalam tercetak pada baju karena
ketatnya. Saya dapat merasakan Budi memandangi tubuh saya terutama pantat dan
paha saya. Kepuasan melanda saya yang dapat menarik perhatian Budi. Saya merasa
Budi selalu melirik-lirik saya ke dapur selama saya menyiapkan kopi.
Secangkir kopi yang masih panas saya bawa
ke ruang tamu. Tepat di depan sofa ada meja pendek untuk meletakkan penganan
kecil atau pun minuman. Saya berjongkok persis di seberang Budi untuk
meletakkan kopi. Saya berjongkok dengan satu lutut di lantai sehingga posisi
kaki agak terbuka. Samar-samar saya mendengar Budi mendesis. Sambil meletakkan
kopi saya lirik dia, dan ternyata ia mencuri pandang ke arah paha-paha saya.
Saya yakin ia dapat melihat nyaris ke pangkal paha saya yang tertutup celana
dalam putih. Sambil berjongkok seperti itu saya ajak dia ngobrol.
“Ayo di minum kopinya Bud,
nanti keburu dingin”, kata saya. “Oh,
ya, ya, terima kasih”, kata Budi sambil mengambil kopi yang memang masih panas,
sambil kembali pandangannya menyambar ke arah bagian dalam paha saya. “Apa
tidak berbahaya terlalu banyak minum kopi, nanti ginjalnya kena”, tanya saya
untuk mengisi pembicaraan. “Memang
sih, tetapi saya sudah kebiasaan”, kata Budi. Sekitar tiga menitan saya ngobrol
dengan Budi membicarakan masalah kopi, sambil tetap menjaga posisi saya. Saya
lihat Budi mulai gelisah dan mukanya agak pucat. Apakah ia terangsang, tanya
saya dalam hati.
Saya
kemudian bangkit dan duduk di sofa di tempat semula saya duduk. Saya duduk
dengan menyilangkan kaki dan menumpangkan paha yang satu ke atas paha yang
lain. Saya melihat lagi Budi sekilas melirik ke bagian tubuh saya .
“Hemmhhh
..”, saya mendengar Budi menghela napas. Bagian bawah baju saya tertarik jauh
ke atas hingga setengah paha, dan saya yakin Budi dapat melihat paha saya yang
terangkat (di atas paha yang lain) hingga dekat ke pantat saya.
Kami
terdiam beberapa saat. Secara perlahan saya merasakan memek saya mulai
berdenyut. Suasana ini membuat saya mulai terangsang. Pandangan saya tanpa
terasa menyaksikan sesuatu yang mengguncang dada. Saya melihat mulai ada
tonjolan di celana Budi di bagian dekat pangkal paha. Dada saya berdebar-debar
dan darah terasa mendesir. Saya tidak sanggup mengalihkan pandangan saya dari
paha Budi. Astaga, tonjolan itu semakin nyata dan membesar hingga tercetaklah
bentuk seperti batang pipa. Oh., ukuran tonjolan itu membuat saya mengejang.
Saya merasa malu tetapi juga dicengkeram perasaan birahi. Muka saya terasa
memerah. Saya yakin Budi pasti menyaksikan saya memandangi tonjolan kont*lnya.
Untuk
memecahkan suasana diam saya berusaha mencari omongan. Sebelumnya saya agak
menyandar pada sofa dan menurunkan kaki saya dari kaki yang lain. Sekarang saya
duduk biasa dengan paha sejajar agak terbuka. Bagian bawah baju saya tertarik
ke atas.
“Ehhheeehh”,
terdengar desah Budi. Kini ia dapat melirik dan menyaksikan dengan leluasa
kedua belah paha saya hingga bagian atas. Sebagai seorang ibu yang sudah
beranak, paha saya cukup berisi dengan sedikit lemak dan berwarna putih. Budi
seolah tidak dapat mengalihkan pandangannya dari paha saya. Ohhhh .., saya
lihat tonjolan di celananya tampak berdenyut. Saya merasakan nafsu yang
menggejolak dan pumya keinginan untuk meremas tonjolan itu.
“Eh
.. Bud, kenapa kamu? Kamu kok kayaknya pucat lho”, astaga suara saya terdengar
gemetar. “Ah..,
kak Win .., enggak … apa-apa kok”, suara Budi terputus-putus, wajahnya agak tersipu,
merah dan tampak pucat. “Itu
kok ada tonjolan, memangnya kamu kenapa?”, kata saya sambil menggangukkan
kepala ke tonjolan di celananya. Ahh, saya malu sekali waktu mengucapkan itu,
tapi nafsu saya mengalahkan semua pikiran normal. “Ehh..,
euuuh., oh yahh ., ini lho, penampilan kak WIN beda sekali dengan biasanya”
kata Budi jujur sambil terbata-bata. Saya paksakan diri untuk mengatakan. “Apa
Budi tertarik . terangsang .. melihat kak Win?”. “Ahh,
saya nggak bisa bohong, penampilan kak Win .. eh . tidak biasanya. Kak Win
mesti sudah bisa lihat kalau saya terangsang. Kita kan sudah bukan anak kecil
lagi” kata Budi.
Tiba-tiba
saja Budi berdiri dan duduk di sebelah saya. “Kak
Win, . eh saya mohon mohon maaf, tapi saya tidak sanggup menahan perasaan. Kak
Win jangan marah … ” begitu saja meluncur kata-kata itu dari Budi. Ia
mengucapkan dengan sangat perasaan dan sopan. Saya terlongong-longong saja
mendengar kata - katanya.. “Ahh
.. Bud .”, hanya itu kata yang terucap dari mulut saya. Dengan beraninya Budi
mulai memegang tangan kanan saya dan mengusap-usapnya dengan lembut.
Diangkatnya tangan saya dan diciumi dengan lembut. Dan yang menggairahkan saya,
jari-jari tangan saya dijilat dan dihisapnya. Saya terbuai dan terangsang oleh
perbuatannya. Tiba-tiba saja diletakkannya tangan saya tepat di atas kont*lnya
yang menonjol. Tangan saya terasa mengejang menyentuh benda yang keras dan liat
tersebut. Terasa kont*l Budi bergerak-gerak menggeliat akibat sentuhan dan
remasan tangan saya.
“Eehhmm.”
Budi mendesah. Tanpa terasa saya mulai meremas-remas tonjolan itu, dan kont*l
batang Budi terasa semakin bergerak-gerak. “Oooh
kak Win, eeehhhmmm … ohhgg, nikmaat sekali .”, Budi mengerang.
“Eeehhh
. jangan terlalu keras kak meremasnya, ahh .. diusap-usap saja, saya takut
tidak kuat nahannya”, bisik Budi dengan suara gemetar.
Budi
mulai membelai kepala saya dengan kedua tangannya. “Kak Win lehernya putih
sekali”, katanya lagi. Saya merasa senang mendengar ucapannya. Dibelainya
rambut saya dengan lembut sambil menatap muka saya. Saya bergetar memandang
tatapannya dan tidak mampu melawan pandangannya. Budi mulai menciumi pipi saya.
Dikecupnya kedua mata saya mesra. Digesek-gesekkannya hidungnya ke hidung saya
ke bibir saya berlama-lama bergantian. Saat itu tidak hanya birahi yang melanda
saya .. tetapi juga perasaan sayang yang muncul.
Ditempelkannya
bibirnya ke bibir saya dan digesek-gesekkan. Rasa geli dan panas terasa
menjalar merambat dari bibir saya ke seluruh tubuh dan bermuara ke daerah
selangkangan. Saya benar-benar terbuai. Saya tidak lagi mengusap-usap kont*lnya
dari balik celana, tetapi kedua lengan saya sudah melingkari lehernya tanpa
sadar. Mata saya terpejam erat-erat menikmati cumbuannya. Tiba-tiba terasa
lidahnya menerobos masuk mulut saya dan dijulurkannya menyentuh ujung lidah
saya. Dijilatinya lidah saya dengan lidahnya. “Eenggghh ..” Tanpa sadar saya
menjulurkan lidah saya juga. Kini kami saling menjilat dan napas saya
tersengal-sengal menikmati kelezatan rangsangan pada mulut saya. Air ludah saya
yang mengalir dijilati oleh Budi. Seperti orang kehausan, ia menjilati lidah
dan daerah bibir saya.
“Aaauungghh
.. ooohhhh…”, saya mulai mengerang-erang. Napas Budi juga terdengar memburu,
“Heeeghh… hhnghh”, ia mulai mendesah-desah. Muka kami sekarang berlepotan
ludah, bau ludah tercium tetapi sangat saya nikmati. Dikenyot-kenyotnya lidah
saya kini sambil menjelajahkan lidahnya di rongga mulut saya. Saya membuka
mulut saya selebar-lebarnya untuk memudahkan Budi. Sekali-kali ia menghirup
cairan ludah saya. Saya tidak menyangka, laki-laki yang sehari-hari tampak
sopan ini sangat menggila di dalam sex. Dijilat-jilatnya juga leher saya.
Sekali-kali leher saya digigit-gigit. Ohhh .., alangkah nikmatnya, saya sangat
menikmati yang ia lakukan pada saya.
Tiba-tiba
Budi menghentikan aktivitasnya, “Kak Win, pakaiannya saya buka yaahh”. Tanpa
menunggu jawaban saya, ia mulai membuka kancing-kancing baju dari atas hingga
ke bawah. Dilepaskannya baju saya. Sekarang saya tergolek bersandar di sofa
hanya dengan BH dan celana dalam saja beralaskan baju yang sudah terlepas.
“Indah
sekali badan kak Win. Putih sekali”, katanya. Diusap-usapnya perut saya.
“Ahh,
kak Win sudah tua dan tidak langsing lagi kok Bud”, kata saya agak sedikit
malu, karena perut saya sudah agak gemuk dan mulai membusung dengan adanya
lemak-lemak. Tetapi Budi tampak tidak perduli. Diciumnya lembut perut saya dan
dijilatnya sedikit pusar saya. Rasa geli dan nikmat menjalar dari pusar dan
kembali bermuara di daerah kemaluan saya.
Budi
mengalihkan perhatiannya ke susu saya. Diusap-usapnya susu saya dari balik BH.
Perasaan geli tetapi nyaman terasa pada susu saya. Tanpa diminta saya buka BH
saya. Kini kedua susu saya terpampang tanpa penutup. Bayu memandangi kedua
gundukan di dada saya dengan muka serius. Susu saya tidaklah besar dan kini
sudah agak menggantung dengan pentil berwarna coklat muda. Kemudian ia mulai
membelai-belai kedua susu saya. Merinding nikmat terasa susu saya. Semakin lama
belaiannya berubah menjadi pijitan-pijitan penuh nafsu. Kenikmatan terasa
menerjang kedua susu saya. Saya mengerang-erang menahan rasa nikmat ini. Kini
dijilatinya pentil susu yang sebelah kanan. Tidak puas dengan itu dikenyotnya
pentil tadi dalam-dalam sambil meremas-remas susu. Saya tidak dapat menahan
nikmat dan tanpa terasa tubuh saya menggeliat-geliat liar. Cairan terasa
merembes keluar mem*k saya dan membasahi celana dalam yang saya kenakan. Kini
Budi berpindah ke susu dan pentil saya yang sebelah kiri dan melakukan hal yang
sama. Dikenyutnya pentil saya sambil digigit-gigit, dan diremas-remasnya pula
kedua susu saya. Perasaan nikmat membakar susu saya dan semakin lama rasa
nikmat itu menjalar ke lubang mem*k saya. mem*k saya terasa basah kuyup oleh
cairan yang keluar. Saya mengerang-erang dan mengaduh-aduh menahan nikmat,
“Oooohh Buuuud..”.
Tangan
Budi sekarang menjalar ke bagian celana dalam saya. “Ahhh, kak Win celananya
sudah basah sekali”, kata Budi. “Enghh, iya Buud.., kak Win sudah sangat
terangsang, ooohhh, nikmat sekali”, kata saya. Tepat di bagian depan mem*k
saya, jari-jarinya membelai-belai bibir mem*k melalui celana dalam. Rasa geli
bercampur nimat yang luar biasa menerjang mem*k saya. Saya tidak dapat menahan
rasa nikmat ini, dan mengerang -erang. Kemudian
Budi menarik dan melepas celana saya. Kini saya tergeletak menyandar di sofa
tanpa busana sama sekali.
“Ohh,
indah sekali”, kata Budi. Diusap-usapnya rambut jembut saya yang hitam lebat. “Lebat
sekali kak, sangat merangsang”, kata Budi. Dibukanya kedua belah paha saya, dan
didorong hingga lutut saya menempel di perut dan dada. Bibir-bibir mem*k saya
kini terbuka lebar dan dapat saya rasakan lubang mem*k saya terbuka. Saya
merasa ada cairan merembes keluar dari dalam lubang mem*k. Saya sudah sangat
terangsang. Tiba-tiba saja Budi berlutut di lantai dan ohhhhh, diciumnya mem*k
saya.
“Ahh,
jangan Bud, malu…, di situ kan bau”, kata saya kagok. “Bau
nikmat kak”, kata Budi tidak perduli. Dijilatinya mem*k saya. Perasaan nikmat
menyerbu daerah selangkangan saya. Saya tidak dapat berkata apa-apa lagi dan
hanya menikmati yang dia lakukan. Dijilatinya kelentit saya, dan sekali-sekali
dijulurkannya lidahnya masuk ke lubang mem*k yang sudah sangat basah itu. Ujung
lidah Budi keluar masuk lubang kenikmatan saya, kemudian berpindah ke kelentit,
terus berganti-ganti. Tangan Budi meremas-remas susu saya dengan bernafsu.
Slerp, slerp .., bunyi lidah dan mulutnya di mem*k saya. Kenikmatan semakin
memuncak di mem*k saya, dan terasa menembus masuk hingga ke perut dan otak
saya. Saya tidak mampu lagi menahannya. Kedua kaki saya mengejang-ngejang, saya
menjepit kepala Budi dengan tangan dan saya tarik sekuat-kuatnya ke mem*k saya.
Saya gosok-gosokkan mukanya ke mem*k saya. “Oooh, Buuud, kak Win keluar,
ooooohhh …, nikmat sekali, oohhhh” saya menjerit dan mengerang tanpa saya tahan
lagi.
Rasa
nikmat yang tajam seolah menusuk-nusuk mem*k dan menjalar ke seluruh tubuh.
Terpaan nikmat itu melanda, dan tubuh saya terasa mengejang beberapa saat.
Sesudah kenikmatan itu lewat, tubuh saya terasa lemah tetapi lega dan ringan.
Kaki saya terjuntai lemah. Budi sudah berdiri. Ia kini melepas seluruh bajunya.
Celana panjang dipelorotkannya ke bawah dan dilepas bersama dengan celana
dalamnya.
Oohhhhh, tampak pemandangan yang luar
biasa. Budi ternyata memiliki kontol yang besar, tidak sesuai dengan
badannya yang sedang-sedang ukurannya. kont*l itu berwarna coklat kemerahan.
Suami saya bertubuh lebih besar dari Budi, tetapi kont*l Budi ternyata luar
biasa. Astaga, ia mengocok-kocok kont*l itu yang berdiri kaku dan terlihat
mengkedut - kedut. Kepala kont*lnya tampak basah karena cairan dari lubang
kencingnya. Tanpa saya sadari, tangan saya menjulur maju dan membelai kont*l
itu. Ogghhh besarnya, dan alangkah kerasnya. Saya remas kepalanya, oohhhh ..
Keras sekali, saya peras-peras kepalanya. Budi mengejang-ngejang dan keluar
cairan bening menetes-netes dari lubang di kepala kont*lnya.
“Ahhhhh, jangan kak Win,
saya nggak tahan, nanti saya muncrat keluar”, bisiknya sambil mengerang. “Saya
mau keluarkan di dalam memek kak Win saja, boleh yahhh Kak ?”, kata Budi lagi. “Ahh,
iya, Buud .., cepetan masukin ke memek kak Win, ayoohh”, kata saya. kont*l yang
keras itu saya tarik dan tempelkan persis di depan lubang mem*k saya yang basah
kuyup oleh cairan mem*k dan ludah Budi.
Tidak sabar saya rangkul pantat Budi, saya jepit pula dengan kedua kaki saya,
dan saya paksa tekan pinggulnya. Ahhhhh, lubang mem*k saya terasa terdesak oleh
benda yang sangat besar, ohhhh dinding-dinding mem*k saya terasa meregang.
Kenikmatan mendera mem*k saya kembali. kont*l itu terus masuk menembus sedalam-dalamnya.
Dasar lubang mem*k saya sudah tercapai, tetapi kont*l itu masih lebih panjang
lagi. Belum pernah saya merasakan sensasi kenikmatan seperti ini. Saya hanya
tergolek menikmati kebesaran kont*l itu. Budi mulai meremas-remas susu saya
dengan kedua tangannya. Tiba-tiba kont*l itu mengenjot mem*k saya keluar masuk
dengan cepatnya. Saya tidak mampu menahannya lagi, orgasme kembali melanda,
sementara kont*l itu tetap keluar masuk dipompa dengan cepat dan bertenaga oleh
Budi.
“Aduuuhh,
Buud, nikmat sekali.., aku nggak kuat lagi ..”. Saya merengek-rengek karena
nikmatnya. “Hheehhhheh,
sebentar lagi saya keluaaaar kaak ..”, kata Budi. Kocokannya semakin
menjadi-jadi.
Tiba-tiba
terasa tubuhnya menegang. “Ahhhuuuggh, saya keluar kaaaak .”, erang Budi tertahan-tahan.
kont*l Budi terbernam sedalam-dalamnya. Crut .. cruutt . crutt, saya merasakan
ada cairan hangat menyemprot jauh di dalam mem*k saya seolah tanpa henti. Budi
memeluk saya erat-erat sambil menyemprotkan cairan maninya didalam mem*kku.
Mukanya tampak menegang menahan kenikmatan. Ada sekitar satu menit ia meregang
nikmat sambil memeluk saya.
Sesudah
itu Budi menghela napas panjang. “Saya tidak tahu apakah saya menyesal atau
tidak, … tapi yang tadi sangat nikmat. Terima kasih kak Win”. Diciuminya muka
saya. Saya tidak dapat berkata apa-apa. Air mata saya menetes keluar. Saya
sangat menyesali yang telah terjadi, tetapi saya juga menikmatinya sangat
mendalam. Saat itu saya juga merasakan penyesalan Budi. Saya tahu ia sangat
menyayangi Dian istrinya. Tetapi nasi sudah menjadi bubur.
Sejak
kejadian itu, kami hanya pernah mengulangi berzina satu kali. Itu kami
lakukan kira-kira di minggu ketiga bulan puasa, pada malam hari. Yang kedua itu
kami melakukannya juga dengan menggebu-gebu. Sejak itu kami tidak pernah
melakukannya lagi hingga kini. Kami masih sering bertemu, dan berpandangan
penuh arti. Tetapi kami tidak pernah sungguh-sungguh untuk mencari kesempatan
melakukannya. Budi sangat sibuk dan saya harus mengurusi anak saya yang masih
kecil.
Saya masih terus didera nafsu sex setiap
hari. Saya masih terus bermain dengan internet dan menjelajahi dunia sex
internet. Saya terus berusaha menekan birahi, tetapi saya merasa tidak
mampu. Mungkin suatu saat saya nanti saya akan melakukannya lagi dengan Budi,
dengan segala dosa yang menyertai.
TAMAT